I.
PENDAHULUAN
Selain Alqur’an yang menjadi pedoman hidup orang muslim, ada juga hadis
Rasulullah yang menjadi pelengkap alqur’an dalam mengajarkan manusia supaya
hidupnya lebih terarah sesuai dengan aturan agama. Dalam hadis di jelaskan
banyak hal yang menyangkut dengan kehidupan sehari-hari seperti halnya bab
pernikahan yang hampir setiap manusia akan melaksanakannya. Menikah sangat di
anjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya bahkan ada beberapa hadis yang menjelaskan sangat
di anjurkannya manusia mempunyai pasangan.
Selain tentang pernikahan islam juga mengajarkan bagaimana cara
mendidik dan mengajarkan akan dengan cara yang baik sehingga anak akan tumbuh
menjadi pribadi yang sholih dan sholihah sesuai ajaran agama. Tatacara mendidik
telah di jelaskan nabi melalui beberapa sabdanya.
Dalam makalah ini akan di jelaskan beberapa hadis yang berkaitan
dengan hadis penikahan juga tentang hadis pendidikan dan pengajaran anak.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa
saja hadis tentang pernikahan?
B.
Bagaimana
penjelasan hadis tentang pernikahan?
C.
Apa
saja hadis tentang pendidikan dan pengajaran anak?
D.
Bagaimana
penjelasan hadis tentang pendidikan dan pengajaran anak?
III.
PEMBAHASAN
A.
Hadis Anjuran untuk Menikah
1.
Hadits anjuran untuk menikah
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ
اْلبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ اَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ. وَ مَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ
Artinya :
“Dari Ibnu Mas’ud,
ia berkata :Rasulullah SAW bersabda, “Hai para pemuda, barang siapa diantara
kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih
dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang
belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi)
pengekang syahwat”.
Penjelasan
Hadis
Dalam
hadis di atas di sebutkan kata مَعْشَر yang menurut
pakar arab berarti sekelompok orang yang di cakup oleh sifat tertentu. Dengan
demikian, maka para pemuda adalah sekelompok orang. Dan lafazh الشَّبَابِ adalah bentuk
jamak dari Syaab, kata ini di jamakkan juga menjadi Syubbaan dan Syababah. Syab (pemuda) menurut
para sahabat kami adalah orang yang sudah baligh namun belum lebih dari usia
tiga puluh tahun.
Adapun
kata اْلبَاءَةَ,
kata ini
mempunyai banyak arti menurut banyak ulama’ namun arti yang paling shohih dan
banyak dibenarkan yaitu artinya persetubuhan, jadi perintah itu di tujukan
kepada pemuda yang terindikasi sudah memiliki syahwat terhadap kaum Hawa dan
mereka biasanya tidak bisa lepas dari syahwat tersebut. Sedangkan kata وِجَاءٌ arti
tekstualnya adalah memukul dua biji kemaluan. Yang dimaksud dari kata tersebut
adalah bahwa puasa dpat menghilangkan syahwat dan memutuskan keburukan sperma.
Hadis
tersebut mengandung perintah untukmenikah bagi orang yang sudah mampu dan sudah
berkeinginan keras untuk menikah. Ini merupakan hal yang telah disepakati
bersama. Akan tetapi menurut semua ulama perintah tersebut adalah perintah yang
bersifat anjuran, bukan perintah yang bersifat mewajibkan.
Oleh
karena itulah tidak serta merta menikah atau memelihara gundik (budak
perempuan) menjadi suatu kewajiban, apakah yang bersangkutan khawatir akan
melakukan zina atau tidak. Namun ada juga pendapat yang mewajibkan menikah
yaitu para penganut hanbali yang berkata “Jika seseorang sudah merasa takut
akan terjerumus ke dalam perbuatan zina, maka ia harus menikah atau memelihara
budak perempuan.[1]
2.
Hadits dilarang membujang
Selain hadis di atas yang menganjurkan untuk
segera menikah bagi pemuda, adapun hadis yang melarang seseorang untuk
membujang yaitu,
Hadis Rasulullah SAW.
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ رَدَّ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ
التَّبَتُّلَ وَلَوْ أَذِنَ لَهُ لَاخْتَصَيْنَا
Artinya :
“Dari Sa’d
bin Abu Waqash ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
melarang Utsman bin Mazh’un untuk membujang selamanya, karena semata-mata
hendak melakukan ibadah kepada Allah. Andaikan beliau mengizinkannya, tentulah
kami sudah mengebiri diri kami sendiri”. (HR. Muslim).
Penjelasan
Hadis
Asbabul wurud dari hadis tersebut yaitub suatu saat Nabi menyalahkan Ustman
ibn Mazh’un terhadap iktikadnya yaitu tidak beristri adalah di syariatkan dan
dipandang satu ibadah. Oleh karena kedudukan “hidup membujang” tidaklah seperti
itu, maka Nabi menjelaskan bahwa pendapatnya adalah keliru. Segala yang
dikerjakan hamba untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dengan maksud
memperoleh keridhaan Allah dan Rasul-Nya, tetapi pekerjaan itu tidak
disyariatkan agama, maka pekerjaan itu sia-sia tidak diterima.
Penjelasan dari Hadits di atas yaitu Nabi melarang untuk hidup membujang
karena orang yang membujang nanti seperti mengebiri diri sendiri. Dimaksud
dengan “mengebirikan diri” ialah mempergunakan obat yang menghilangkan syahwat.
Menurut pendapat lain menyebutkan bahwa
“mengebirikan diri” adalah menghindari perkawinan atau persetubuhan
yaitu sebagai kenikmatan dunia dan lebih memilih menekuni ibadah.[2]
3.
Hadis dalam memilih calon pasangan
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ
قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا
وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَات الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاك
Artinya
“Di ceritakan Musadad, diceritakan Yahya dari
‘abdulloh berkata bercerita kepadaku Sa’id Ibn Abi Sa’id dari Abi Hurairah ra
bahwasanya Nabi saw bersabda wanita dinikahi karena empat perkara. Pertama hartanya, kedua kedudukan statusnya, ketiga karena
kecantikannya dan keempat karena agamanya. Maka carilah wanita yang beragama
(islam) engkau akan beruntung.”
Penjelasan Hadis
Hadis Nabi di atas mencatat empat perkara yang
menjadi alasan menikahi perempuan, yaitu :
1.
Hartanya,
2.
Kecantikannya,
3.
Nasabnya, dan
4.
Agamanya.
Jika dalam diri seseorang perempuan
terdapat empat karakter tersebut, ia adalah sosok perempuan yang paling
istimewa. Namun, jika salah satu karakter tersebut hilang, tetapi karakter
agamanya masih ada, sifat tersebut akan menutupi yang akan menjadi kekurangannya. Akan tetapi
sebaliknya, kekeurangannya itu tidak akan menutupi kekurangan lainnya. Seorang
laki-laki yang menikahi perempuan karena pertimbangan keistimewaan yang lain,
seperti harta, kecantikan, dan nasab, maka akan tertimpa malapetaka. Hal ini
disebabkan, karena sifat agamanya yang kuat, yang akan meluruskan dirinya, dan
mencegah dari sikap menguasai nikmat yang ia miliki.[3]
Dari
sumber hadist diatas bahwa kita harus mengutamakan kriteria agama sebagai
kriteria utama, baru setelah itu kriteria yang mencakup fisik, materi, nasab
atau latar belakang keluarga, pendidikan, dan sebagainya yang disesuaikan
dengan konteks zaman sekarang. Meskipun demikian kriteria utama yang harus ada
atau persyaratan mutlak adalah agamanya. Diharapkan dengan landasan dan modal
agama yang baik akan memudahkan membina keluarga yang sakinah mawaddah wa
rahmah.[4]
B.
Hadis
Pendidikan dan Pengajaran Anak
1.
Hadis mengajarkan shalat pada anak
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُواأَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِوَهُمْ
أَبْنَاءُسَبْعِسِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ
أَبْنَاءُعَشْرٍوَفَرِّقُوابَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya :
“Suruhlah anak-anakmu melakukan shalat di
waktu dia berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka kalau sudah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur di
antara mereka (maksudnya antara anak laki-laki dan perempuan)”.
(HR. Abu Daud).
Penjelasan Hadis
Maksud dari Hadis tersebut yaitu
orang tua wajib menyuruh anak-anak mereka baik laik-laki maupun perempuan untuk
shalat ketika mereka genap berusia tujuh tahun, yaitu usia tamyiz sebagaimana
kebanyakan seorang bocah sudah bisa makan, minum, dan buang air sendiri. Dan
pukullah mereka untuk memaksa mereka melaksanakannya apabila mereka tidak mau
dengan pukulan yang tidak melukai, dan dalam hal itu hendaklah menghindari
daerah wajah ketika mereka berusia sepuluh tahun. Dan hendaklah memisahkan tempat
tidur mereka, supaya yang sudah tamyiz tidak mendatangi orang lain.
Maksud
dari memukul merupakan sarana dalam mendidik anak-anak apabila mereka lalai
dalam melaksanakan kewajiban mereka supaya mereka terbiasa dengan peraturan.
Selain itu, anak-anak yang sudah tamyiz sebaiknya dipisahkan tempat tidurnya,
yang di maksud adalah antara anak laki-laki dan perempuan supaya mereka bergaul
sesuai ajaran agama. Hukum-hukum syariat supaya di ajarkan kepada anak suapaya
tertanam kuat padanya dan sesungguhnya ilmu di masa kecil seperti di atas batu.
2. Hadis Mengajarkan adab yang baik pada
anak
عن عمربن ابي سلمة, قال
: كُنتُ غُلامًا في حَجْرِ النبي صلى الله عليه وسلم, وكانَتْ يَدِيْ تَطِيشُ في
الصَّحْفَةِ, فقال : "ياَ غُلامُ , سَمِّ الله, وكُلْ بِيَمِيْنِك , وكُلْ
مِمَّا َلِيْك" (رواه مسلم والطبراني والبيهقى )
Artinya :
“Dari umar bin abi salamah ia berkata: “Sewaktu aku kecil pada masa nabi
SAW. tanganku selalu bergerak kesana kemari dalam piring makan, karena itu Nabi
berkata: hai Anak sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kanan engkau, dan
makanlah yang ada di sekitarmu”. ( HR. Muslim, thabrani dan baihaqi ).
Penjelasan Hadis
Asbabul wurud hadis tersebut yaitu Dahulu
Umar bin Abi Salamah seorang bocah (asuhan Rasulullah) datang makan bersama
Nabi, sedang tangannya berkeliling di sekitar piring. Maka Nabi mengajari dan
mendidiknya “Wahai bocah ucapkanlah Bismillah ketika mulai makan, makanlah
dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang dekat denganmu dan jangan makan
dari sisi orang lain, karena ini adab yang buruk”.
Jadi, sebagai orang tua wajib mendidik dan
mengajari anaknya supaya mempunyai adab yang baik pada anak, salah satunya
adalah adab dalam makan seperti yang telah di sebutkan dalam hadis Nabi diatas.
Selain itu, orang tua juga wajib mengajarkan adab dalam hal yang lain supaya
anak-anak mereka bisa tumbuh dengan memiliki moral yang baik sesuai ajaran
agama.[5]
IV.
KESIMPULAN
Dari beberapa
penjelasan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah SAW. sangat
menganjurkan umat muslim untuk menikah bagi yang telah mampu dan melarang umat
muslim membujang meskipun dengan alasan untuk fokus beribadah kepada Allah.
Sebab dalam syari’at islam tidak di anjurkan manusia untuk membujang.Adapun
memilih calon pasangan yang baik yaitu dengan memperhatikan agama nya dari pada
aspek yang lain sebab agama adalah sangat penting bagi kehidupan didunia dan di
akhirat.
Dalam hadis pendidikan
dan pengajaran anak di jelaskan bahwa orang tua wajib menmgajarkan shalat sejak
usia dini sebab anak-anak yang di ajarkan agama sejak kecil akan menjadikan
anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang baik. Serta mendidik anak dengan
mengajari adab yang baik suapaya anak memiliki budi pekerti yang baik pula.
DAFTAR PUSTAKA
Ath-Thahir,
Fathi Muhammad, Petunjuk Mencapai,
Kebahagiaan dalam Pernikahan, 2005, Jakarta : Amzah.
Baroroh,
Umul, Fiqh Keluarga Muslim Indonesia,
2015, Semarang : CV. Karya Abadi Jaya
Nawawi, Imam, Syarah Shahih Muslim ,2011, Jakarta
: Pustaka Azzam
Nawawi,
Imam, Syarah Ringkas Riyadhus
Shalihin , 2013, Jakarta : Pustaka As-Sunnah,
Muhammad
Hasybi Ash-Shiddieqy, Teungku, Mutiara Hadis, 2003, Semarang :
Rizki Putra
[1]Imam Nawawi, Syarah
Shahih Muslim ,2011, Jakarta : Pustaka Azzam, hal. 489-491
[2]
Teungku
Muhammad Hasybi Ash-Shiddieqy, Mutiara
Hadis, 2003, Semarang : Rizki Putra, hal. 4-7
[3]
Fathi Muhammad
Ath-Thahir, Petunjuk Mencapai,
Kebahagiaan dalam Pernikahan, 2005, Jakarta : Amzah, hal. 63
[4]
Umul Baroroh, Fiqh
Keluarga Muslim Indonesia, 2015, Semarang : CV. Karya Abadi Jaya, hal. 36
[5]
Imam an-Nawawi,
Syarah Ringkas Riyadhus Shalihin , 2013,
Jakarta : Pustaka As-Sunnah, hal.
491-95
Komentar
Posting Komentar