LANGKAH-LANGKAH DALAM BIMBINGAN
DAN KONSELING PERKAWINAN
Disusun
Guna Memenuhi
Mata Kuliah :Bimbingan
Dan Konseling Perkawinan
Dosen
Pengampu :Hj. Mahmudah, S.Ag, M.Pd.

Disusun
Oleh :
Zuhrotun Nisak (131111039)
Lukman Hakim (131111135)
Laili Alawiyatul f. (1401016023)
Muflih Syafiq (1401016053)
Ainun Nafisah (1401016121)
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
I.
PENDAHULUAN
Pernikahan merupakan hal yang diinginkan oleh setiap individu,
sebab setiap individu membutuhkan nafkah batin, ketenangan, keharmonisan dan
kesakinahan dalam menjalani ataupun dalam membangun sebuah keluarga.
Membangun sebuah keluarga yang baru bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah. Walaupun masalah hubungan antara pria dan wanita merupakan hal yang
alami, namun bila adanya tuntutan, adanya bimbingan, mungkin hal-hal yang tidak
di harapkan dalam kehidupan keluarga dapat dihindarkan.[1]
Oleh karena itu, diperlukannya proses konseling dalam kehidupan. Konseling
pranikah dimaksudkan untuk membantu pasangan calon pengantin untuk menganalisis
kemungkinan masalah dan tantangan yang akan muncul dalam rumah tangga mereka
dan membekali mereka kecakapan untuk memecahkan masalah.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimana
Tahapan konseling Secara Umum ?
B.
Bagaimana
Langkah-Langkah Dalam Bimbingan Perkawinan ?
C.
Bagaimana
Faktor-Faktor Yang menghambat Dalam Proses Konseling Perkawinan ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Tahapan Konseling Secara Umum
Secara umum proses konseling individual terbagi atas tiga tahapan
yaitu sebagai berikut:
1.
Tahap
Awal Konseling
Tahap awal ini terjadi sejak klien bertemu konselor hingga berjalan
proses konseling dan menemukan definisi masalah klien. Tahap awal ini Cavanagh
(1982) menyebutkan dengan istilah introduction and environmental support.
Adapun yang dilakukan oleh konselor dalam proses konseling tahap awal ini
sebagai berikut:
a.
Membangun
hubungan konseling yang melibatkan klien yang mengalami masalah. Para tahap ini
konselor berusaha untuk membangun hubungan dengan cara melibatkan klien dan
berdiskusi dengan klien. Hubungan tersebut dinamakan a working relationship,
yaitu hubungan yang berfungsi, bermakna, dan berguna. Kunci keberhasilan tahap
ini diantaranya ditentukan oleh keterbukaan konselor dan klien untuk
mengungkapkan isi hati, perasaan dan harapan sehubungan dengan masalah ini akan
sangat bergantung terhadap kepercayaan klien terhadap konselor. Pada tahap ini
konselor hendaknya mampu melibatkan klien secara terus menerus dalam proses
konseling.
b.
Memperjelas
dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik
dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas
masalah klien, karena sering kali klien tidak mudah menjelaskan masalahnya
hanya saja mengetahui gejala-gejala masalah yang dialaminya.
c.
Membuat
penjajakan alternatif bantuan untuk mengatasi masalah. Konselor berusaha
menjajaki atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin
dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan lingkungannya
yang tepat untuk mengatasi masalah klien.
d.
Menegosiasikan
kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak
waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan
konselor tidak berkeberatan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara
konselor dan klien; (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu
terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam
seluruh rangkaian kegiatan konseling.
2.
Tahap
pertengahan
Setelah tahap awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling
selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja. Pada tahap ini
terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
a.
Menjelajahi
dan mengeksplorasi masalah serta keperdulian klien. Penjelajahan masalah
dimaksudkan agar klien mempunyai pemahaman dan alternatif pemecahan baru
terhadap masalah yang sedang dialaminya. Jika klien bersemangat, berarti klien
sudah begitu terlibat dan terbuka dalam proses konseling.
b.
Menjaga
agar hubungan konseling tetap terpelihara. Hal ini bisa terjadi jika:
1)
Klien
merasa senang terliabat dalam pembicaraan atau wawan cara konseling, serta
menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan dari dan memecahkan masalah yang
dihadapinya.
2)
Konselor
berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan
memelihara keramahan, emapati, kejujuran, serta keikhlasan dalam memberikan
bantuan konseling.
Proses konseling
agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak
tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien. Karena kontrak
dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling.[2]
3.
Tahap
akhir konseling
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan,
yaitu:
a.
Konselor
bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
b.
Menyusun
rencana tindakan yang akan dilaksanakan berdasarkan kesepakatan yang telah
terbangun dari proses konseling sebelumnya.
c.
Mengevaluasi
jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
d.
Membuat
perjanjian untuk pertemuan berikutnya.
B.
Langkah-Langkah Dalam Bimbingan Perkawinan
Langkah konseling yang dapat dilakukan dalam konseling keluarga dan
perkawinan menurut Capuzzi dan Gross sebaagai berikut:
1.
Persiapan,
tahap yang dilakukan klien menghubungi konselor.
2.
Tahap
keterlibatan adalah tahap keterlibatan bersama klien. Pada tahap ini konselor
mulai menerima klien secara isyarat maupun secara verbal.
3.
Tahap
menyatakan masalah, yaitu menetapkan masalah yang sedang dihadapi oleh
pasangan.
4.
Tahap
interaksi, yaitu konselor menatap pola interaksi untuk menyelesaikan masalah.
5.
Tahap
konferensi, yaitu tahap untuk meramalkan keakutan hipotesis dan memformulasi
langkah-langakah pemecahan. Pada tahap ini konselor mendesaian langsung atau
memberi pekerjaan rumah untuk melakukan atau menetapkan pengubahan ketidakberfungsinya
perkawinan.
6.
Tahap
penentuan tujuan, tahap yang dicapai klien telah mencapai perilaku yang normal.
7.
Tahap
akhir adan penutup, merupakan kegiatan mengakhiri hubungan konseling setelah
tujuannya tercapai.[3]
C.
Faktor-Faktor Yang Menghambat Dalam Proses Konseling
Kesuksesan dalam pelaksanaan proses konseling perlu di dukug oleh
pasangan yang akan menjalaninya. Keputusan untuk melakukan konseling perlu
diketahui oleh kedua belah pihak, baik itu suami atau istri. Hal tersebut
dilakukan sebelum konseling pernikahan. Tujuannya agar tidak menimbulkan
hal-hal yang tidak diharapkan dan berbahaya terjadi pada hubungan suami istri.
Kesepakatan antara suami dan istri diharapkan dapat memperlancar proses bantuan
yang akan diberikan oleh konselor, sehingga keputusan apapun yang akan diambil
oleh salah satu dari pasangan diketahui oleh pasangan yang lainnya. Namun,
terkadang konseling pernikahan yang dilakukan tidak menuai keberhasilan.
Faktor-faktor yang memungkinkan ketidaksesuaian proses konseling dalam
pernikahan menurur De Genovs diantaranya adalah:
1.
Salah
satu pasangan tidak ingin menyukseskan konseling. Hal ini dapat dikarenakan
kelelahan dalam menghadapi pernikahan dan mereka tidak ingin melanjutkan
pernikahannya.
2.
Konseling
membantu, namun tidak dapat menyelamatkan pernikahan. Konseling terkadang
membantu mencairkan masalah hubungan. Pasangan belajar untuk dapat memiliki
kemampuan komunikasi yang efektif, sehingga masalah hubungan dapat
terselesaikan namun perceraian adalapah alternatif untuk pernikahan mereka.
3.
Pasangan
yang tidak berkomitmen terhadap proses konseling. Pasangan tidak sepenuhnya
ingin berusaha memperbaiki pernikahan mereka.
4.
Salah
satu dari pasangan kaku dan tidaj fleksibel.
5.
Salah
satu pasangan terlalu kekanak-kanakan, sehingga menimbulkan ketidakamanan,
ketidakstabilan, tidak bertanggung jawab, dan merusak hubungan keduanya.
6.
Setiap
pasangan saling menyalahkan dan menolak utuk bertanggung jawab secara personal.
Setiap pasangan tidak mengakui permasalahan yang ada sehingga proses konseling
tidak berhasil.[4]
IV.
KESIMPULAN
Dalam proses konseling terdapat tiga tahap yaitu tahap pertama,
pertengahan dan akhir. Sedangkan langkah-langkah dalam bimbingan perkawinan
sebagai berikut: persiapan, tahap keterlibatan, tahap menyatakan masalah, tahap
interaksi, tahap konferensi, tahap penentuan tujuan, tahap akhir dan penutup.
Konselor melakukan proses konseling terdapat faktor yang menghambat. Salah satu
pasangan tidak ingin menyukseskan konseling, konseling membantu, namun tidak
dapat menyelamatkan pernikahan, pasangan yang tidak berkomitmen terhadap proses
konseling dan setiap pasangan saling menyalahkan dan menolak untuk bertanggung
jawab secara personal.
V.
PENUTUP
Demikian yang dapat pemakalah sampaikan mengenai materi yang
menjadi pokok pembahasan makalah ini, tentunya kekurangan dan kelemahannya atas
materi ini, kurang dan lebihnya kami minta maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Latipun, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press, 2003.
Kartamuda,
Fatchiah E., Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia, Jakarta:
Salemba Humanika, 2009.
Walgito,
Bimo, Bimbingan Dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta: Andi, 2004.
[1]Bimo Walgito, Bimbingan
Dan Konseling Perkawinan, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm: 3
[2]Sofyan S.
Willis, Konseling Keluarga, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm: 51
[3]Latipun, Psikologi
Konseling, (Malang: UMM Pres, 2003), hlm: 153
[4]Fatchiach E.
Kartamuda, Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2009), hlm: 126-127
Komentar
Posting Komentar